Pergilah Ibu Sembahyang, Biar aku Yang Cuci Piring

Tinggal sendiri di rumah dinas memang sangat tidak menyenangkan. Apalagi di pulau, jika malam sudah datang, gelap yang  akan terjadi. Listrik hanya akan ada dari pukul 18.00 WIB sampai 22.00 WIB selebihnya penerangan dari lampu minyak. Lampu minyak yang akan bertahan menyala sampai pagi menjelang. Rasanya ingin naik ke Manggar menyusul Bu Mul (teman guru yang tinggal serumah dengan saya) yang sudah naik ke Manggar dua hari yang lalu karena ada rapat. Naik ke Manggar tentu bukan keputusan yang terbaik karena masih ada jadwal belajar dan guru yang masih tersisa di pulau tinggal saya, Bu Ruaeda, dan Bu Hani.
Alhamdulillah, walaupun saya sendiri, saya tidak pernah merasa kesepian. Ada anak-anak. Ya, ada anak-anak. Merekalah sumber semangat yang membuat saya tidak ingin cepat-cepat naik ke Manggar. Bahkan mereka pulalah yang selalu dapat menahan saya dan membuat saya kadang-kadang malas naik ke Manggar.  Sendiri bukan berarti kesepian. Anak-anak selalu datang ke rumah. Ada saja yang mereka lakukan, sekedar ngobrol, mengerjakan PR, membaca buku, atau berlatih mengetik.  Saya memang sering membawa buku perpustakaan ke rumah untuk bahan bacaan anak-anak  jika sedang bermain ke rumah. Ada sebuah kacamata di rumah. Kacamata yang gagangnya sudah rusak. Kacamata milik Mustaqim yang tertinggal saat dulu berkunjung ke Pulau Buku Limau. Kacamata ini menjadi favorit anak-anak. Mereka sering berebut ingin memakainya. Bahkan anak-anak SMP dan pemuda-pemuda yang main ke rumah sering antri ingin memakainya, hehehee...”Bu, saya ganteng ya bu ya?”, pertanyaan ini yang sering mereka lontarkan ketika memakai kacamata itu.


Tinggal sendiri di rumah membuat saya belajar.  Jika sedang musim bagan (melaut-ketika angin tidak kencang-) sering ada anak yang datang ke rumah membawa sebungkus ikan cumi, ikan asin, atau membawa ikan segar, hasil tangkapan ayahnya dari laut. Setiap kali mereka membawa ikan ke rumah, saya tidak pernah memasaknya sendiri. Kami selalu bersama-sama memasaknya. Kami berbagi tugas, ada yang memasak nasi dan ada yang membersihkan ikan sampai menyiapkan bumbu.  Saya terlihat bodoh ketika melihat kepiawaian mereka membersihkan ikan dan ikan cumi. Saya banyak belajar dari mereka bagaimana membersihkan ikan yang benar sesuai dengan yang diajarkan ibu mereka di rumah.
Tinggal sendiri di rumah membuat saya belajar. Pernah suatu kali saya kehabisan air dan saya harus mengambilnya di sumur di samping rumah. Karena saya sedang memasak, saya bilang kepada anak-anak, “Ibu belum memasak, tetapi air ibu habis. Ibu harus mengambil air dulu.” Lalu apa jawaban anak-anak. Mereka berkata, “Biarlah Bu, saya yang mengambil air”. Mereka lalu mengambil timba dan memenuhi semua ember-ember yang belum terisi air. Pernah suatu kali saya mengambil air sendirian. Tiba-tiba ada anak yang ikut menimba air padahal timbanya cuma satu dan sedang saya pakai. Saya kemudian bertanya, “Timba siapa?” “Timba Bu timang Bu, saya pinjam, saya mau bantu ibu”. Kaki saya terasa lemas. Saya tidak pernah menyangka, dia punya pikiran meminjam timba kemudian membantu saya mengambil air. Saya tersenyum kepadanya. Terima kasih banyak ya dan dia pun tersenyum kepada saya.
Tinggal sendiri di rumah membuat saya belajar. Setelah melabeli buku-buku perpustakaan bersama anak-anak dan anak-anak SMP perut saya terasa lapar, saya ingin cepat-cepat memasak. Ada dua bungkus mie goreng dan dua butir telur. Akhirnya saya memasaknya. Ternyata masih ada satu anak yang tidak mau pulang ke rumah. Dia mengambil sapu dan menyapu lantai rumah. “Lho, kok belum pulang, mandilah dulu udah sore, besok main lagi, kataku.” “Bu, bolehkah saya mandi di rumah Ibu?” “Saya mau beranjuk (menginap) ke rumah Ibu.” “Boleh, mandilah dulu setelah itu makanlah sama-sama ibu. Setelah dia mandi, kami makan bersama. Dua bungkus mie goreng, dua telur dadar, dan kerupuk. Nyaman benar, alhamdulillah. Tak lama kemudian adzan maghrib berkumandang. Biasanya saya shalat berjamah ke masjid atau mushola terdekat. Tetapi, karena saya belum mandi saya urungkan niat ke masjid. Saya akan shalat di rumah saja. Lagi-lagi saya dibuat takjub, selesai makan, tiba-tiba anak itu berkata,“Pergilah Ibu sembahyang, biar saya yang  cuci piring..”

No comments:

Post a Comment