Anak didik adalah anugerah terindah yang diberikan kepada kita semua selaku guru. Sahabat guru, ketahuilah bahwa seorang anak dilahirkan memiliki kecenderungan ilahiah berupa kecenderungan berbuat kebaikan. Dan yang membuat anak didik mampu berprilaku buruk adalah lingkungannya.
Sebelum membahas lebih lanjut tentang ini, maka sebagai guru harus memahami permasalahan yang dihadapi anak didik. Bagaimana yang dikatakan anak bermasalah? Bagaimana penanganannya?
Seorang anak didik dikategorikan sebagai anak yang bermasalah apabila menunjukkan gejala penyimpangan yang tidak lazim dilakukan oleh anak-anak pada umumnya. Oleh sebab itu, kategori ini dibagi menjadi 2 yaitu kategori sederhana dan kategori ekstrim. Perilaku anak yang dikatakan dalam kategori sederhana adalah prilaku seperti mengantuk di kelas, terlambat datang, suka menyendiri, dll. Pada tingkat ini, guru harus mulai memperhatikan. Apabila masalah ini tidak ditanggulangi dengan baik sejak dini, maka akan berimbas kepada minat belajar anak. Hal-hal yang sederhana ini merupakan masalah pada anak yang harus dibantu penyelesaikannya sebab kita seorang guru.
Kategori berikutnya adalah kategori yang butuh keseriusan dalam menanganinya. Biasanya kategori ekstrim ini sudah masuk melakukan perbuatan yang merugikan orang lain. Contohnya perilaku yang menyimpang ini adalah sering membolos, memeras teman, pemarah,suka bertengkar dan tidak sopan kepada guru.
Ternyata sahabat guru, perilaku yang menurut kita biasa saja merupakan permasalahan yang bila dibiarkan tanpa ada perhatian guru maupun orang tua akan mampu membuat anak didik menjadi manusia yang memiliki perilaku buruk. Ketika anak memiliki perangai buruk, yakinlah hal ini disebabkan oleh faktor eksternal karena faktor internal anak didik seperti yang saya tuliskan di awal tadi, bahwa anak didik memiliki kecenderungan ilahiah.
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam) sesuai fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. Itulah agama yang lurus tapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya. (ar-Rum:30)
Dan yang membuat anak berperangai buruk adalah lingkungannya. Dan disinilah faktor eksternal itu bekerja. Lingkungan keluarga dan masyarakat sangat berperan penting dalam membentuk perangai anak. Munif Chatib dalam bukunya Orangtuanya Manusia bercerita pada tahun 1987 ada peristiwa yang menghebohkan.
Ada bayi yang tertukar di sebuah rumah sakit bersalin dan diketahui setelah 15 tahun kemudian. Dua orang ibu yang kebetulan melahirkan bayi dalam waktu bersamaan ternyata salah memberikan gelang di kaki bayi. Sehingga keluarganya salah ambil dan membawa pulang bayi masing-masing.
Keluarga pertama adalah ustadz terhormat di kampungnya dan keluarga kedua adalah preman yang ditakuti sekaligus dibenci juga oleh warga di kampungnya. Bayi yang lahir dari keluarga ustadz dipelihara keluarga preman dan begitu sebaliknya. Setelah 15 tahun belalu, terjadi fenomena yang dahsyat. Bayi yang secara genetis berasal dari keluarga ustad, ternyata menjadi preman jahat. Sedangkan bayi yang secara genetis berasal dari keluarga preman menjadi seorang ustadz muda yang dikagumi di daerahnya.
Dari kisah ini, dapat diambil hikmahnya bahwa faktor lingkungan sangat beperan penting dalam pembentukan perilaku anak didik. Sedangkan gen atau keturunan merupakan transfer karakteristik orang tua kepada anak-anak melalui sel-sel kromosom. Ini juga harus diperhatikan oleh para orang tua.
Guru biasanya selalu kurang memperhatikan tanda-tanda anak didik memiliki masalah yang harus kita bantu dalam menyelesaikannya. Diantaranya: pertama, anak didik memiliki prestasi di bawah rata-rata di antara teman-temannya. Misalkan saja, Jono mendapat nilai rata-rata 4 sedangkan teman kelompok belajarnya mendapat nilai 8. Sebagai guru kita harus mampu menelisik mengapa ini terjadi dan dapat mengambil kesimpulan.
Kedua, hasil belajar yang didapatkan siswa tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan. Ia sudah belajar dengan keras namun hasilnya tetap saja rendah. Ketiga, Menunjukkan sikap tidak sopan kepada guru melalui kata-kata maupun prilaku. Sebagai guru ini harus diwaspadai dan perhatikan betul. Keempat, menunjukkan sikap berlainan. Misalnya suka murung, selalu sedih , pemarah bahkan suka menangis, dll.
Terkadang, guru kurang memperhatikan tanda-tanda ini. Guru terlalu menganggap biasa saja bila anak didik kita suka menangis atau kategori yang sederhana lainnya. Padahal, ini semua juga perangai buruk yang apabila dibiarkan dan tanpa memberikan solusi maka ini semua akan menghambat proses belajar dan prestasi anak.
Setelah kita mengetahui masalahnya, tentu sahabat guru harus mengetahui cara mengatasinya agar anak didik mampu meraih prestasi yang baik. Tentunya ini semua tidak terlepas dari kerjasama orangtua siswa. Tentunya yang harus kita lakukan sebagai guru untuk mengubah perangai buruk anak didik kita. Diawal, sahabat guru harus menerima anak bermasalah dengan kasih sayang. Menerimanya sesuai fitrahnya yang suci dan memberikan kasih sayang terhadapnya agar ia merasa bahwa ia diterima oleh guru.
Sembari itu, guru harus melakukan dialog dengan anak didik agar dapat diketahui sebab-sebab utama yang menimbulkan masalah. Saya mendapati anak didik saya selalu diam bahkan ketika disuruh maju kedepan ia hanya diam saja. Dan saat itu saya lakukan dialog dengannya dan hasilnya saya mengetahui bahwa ia malu dengan teman-temannya dan takut disorakin bila salah berbicara. Ia pun bercerita tentang kejadian yang sering dialaminya di kelas.
Dengan dialog begini, guru mengetahui akar masalahnya dan mampu mendapatkan solusi yang tepat untuk diberikan kepada anak didik yang memiliki masalah.
Selanjutnya, temukan kelebihan anak didik. Sahabat guru harus terlebih dahulu memahami keberadaan anak dengan sedalam-dalamnya. Tentang karakter dan kebiasaan serta prilakunya. Dengan memahami lebih dalam, guru dapat menemukan kelebihan yang dimiliki anak. Guru harus menyadari bahwa setiap anak memiliki berbagai macam kemampuan. Atau diibaratkan kemampuan anak seluas samudera dan guru harus menjadi penyelam yang handal di dalam samudera agar dapat menemukan harta karun yang terpendam.
Guru harus mampu menanamkan nilai spiritual kepada anak didiknya. Dalam setiap kata maupun tingkah laku sebaiknya dapat mencerminkan ketundukan kepada sang Rabb pemegang hati ciptaan-Nya. Guru harus mampu memberikan arahan tentang apa yang dianjurkan Allah Swt dan apa yang di larang-Nya.
Ketika anak didik marah hingga melakukan pemukulan kepada temannya. Guru harus memberikan nasehat yang berlandaskan perintah Allah. Bahwa sikap marah itu dilarang oleh Allah Swt bahkan Rasulullah berkata hingga 3x dalam hadist, “Lataghdob.. Lataghdob.. Lataghdob..”, yang artinya “Jangan marah.. Jangan marah.. Jangan marah…” dan juga memberitahu akibat dari sikap pemarah ini. Inilah yang harus dilakukan para guru agar ada pemahaman yang didapatkan anak didik.
Setelah usaha dilakukan untuk membuat perangai anak didik menjadi baik, maka tentunya guru harus menyerahkan semuanya kepada Sang Pemegang hati manusia dalam doa-doa untuk anak didik kita. Guru harus senantiasa mendoakan anak didik karena hal apapun yang kita usahakan agar mendapat berkah maka harus dikomunikasikan kepada sang Rabb. Bawalah nama-nama anak didik kita pada sujud malam saat bermesraan kepada-Nya. Manusia hanya berusaha dan penentunya hanya Dia.
Dalam proses belajar mengajar tentunya guru harus mampu memberikan konsekuensi yang akan diterima oleh anak didik bila melakukan perbuatan yang buruk. Dan hal ini sudah dikomunikasikan sejak awal atau tertera dalam aturan kelas yang dibuat guru dan anak didik. Hal-hal yang harus dilakukan diantaranya konsekuensi ini diberlakukan saat adanya perbuatan buruk yang terjadi sesuai kesepakatan awal. Konsekuensinya harus sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan anak didik.
Guru harus mampu menghindari memberikan cap jelek kepada anak. Contohnya cap bodoh, pemalas atau pemarah. Semua kata-kata yang menjudge buruk anak didik harus dihindarkan dan diganti dengan kata pintar, pandai, dan kamu mampu lebih baik. Kata-kata ini lebih menenangkan hati anak didik daripada mengatakan sesuatu hal yang membuatnya down.
Dengan konsekuensi ini, diharapkan siswa dapat bertanggungjawab atas perbuatannya dan jera dalam melakukannya. Dan dalam hal ini, anak didik juga dapat pemahaman tentang hal-hal yang seharusnya tidak boleh mereka lakukan.
Guru harus mampu mendampingi anak didik untuk memperbaiki sikapnya bukan malah ikut menjudge bahkan membuat anak didik berpikir akan kebodohan dan kenakalannya bahwa ia bodoh dan nakal. Di sinilah peran guru dan orangtua sangat dibutuhkan untuk membangkitkan motivasi dan semangat belajar anak.
Guru dan orang tua harus bekerjasama dalam hal ini. Yang harus dipahami guru merupakan orang tua dalam sekolah. Bayangkan, dalam waktu 6-8 jam anak dididik di sekolah bersama guru. Intinya, guru adalah orang tua kedua setelah orang tua aslinya oleh sebab itu peran guru sangat penting dalam menentukan perangai baik dan buruk anak didiknya.
Semangat Guru Indonesia…
Sebelum membahas lebih lanjut tentang ini, maka sebagai guru harus memahami permasalahan yang dihadapi anak didik. Bagaimana yang dikatakan anak bermasalah? Bagaimana penanganannya?
Seorang anak didik dikategorikan sebagai anak yang bermasalah apabila menunjukkan gejala penyimpangan yang tidak lazim dilakukan oleh anak-anak pada umumnya. Oleh sebab itu, kategori ini dibagi menjadi 2 yaitu kategori sederhana dan kategori ekstrim. Perilaku anak yang dikatakan dalam kategori sederhana adalah prilaku seperti mengantuk di kelas, terlambat datang, suka menyendiri, dll. Pada tingkat ini, guru harus mulai memperhatikan. Apabila masalah ini tidak ditanggulangi dengan baik sejak dini, maka akan berimbas kepada minat belajar anak. Hal-hal yang sederhana ini merupakan masalah pada anak yang harus dibantu penyelesaikannya sebab kita seorang guru.
Kategori berikutnya adalah kategori yang butuh keseriusan dalam menanganinya. Biasanya kategori ekstrim ini sudah masuk melakukan perbuatan yang merugikan orang lain. Contohnya perilaku yang menyimpang ini adalah sering membolos, memeras teman, pemarah,suka bertengkar dan tidak sopan kepada guru.
Ternyata sahabat guru, perilaku yang menurut kita biasa saja merupakan permasalahan yang bila dibiarkan tanpa ada perhatian guru maupun orang tua akan mampu membuat anak didik menjadi manusia yang memiliki perilaku buruk. Ketika anak memiliki perangai buruk, yakinlah hal ini disebabkan oleh faktor eksternal karena faktor internal anak didik seperti yang saya tuliskan di awal tadi, bahwa anak didik memiliki kecenderungan ilahiah.
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam) sesuai fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. Itulah agama yang lurus tapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya. (ar-Rum:30)
Dan yang membuat anak berperangai buruk adalah lingkungannya. Dan disinilah faktor eksternal itu bekerja. Lingkungan keluarga dan masyarakat sangat berperan penting dalam membentuk perangai anak. Munif Chatib dalam bukunya Orangtuanya Manusia bercerita pada tahun 1987 ada peristiwa yang menghebohkan.
Ada bayi yang tertukar di sebuah rumah sakit bersalin dan diketahui setelah 15 tahun kemudian. Dua orang ibu yang kebetulan melahirkan bayi dalam waktu bersamaan ternyata salah memberikan gelang di kaki bayi. Sehingga keluarganya salah ambil dan membawa pulang bayi masing-masing.
Keluarga pertama adalah ustadz terhormat di kampungnya dan keluarga kedua adalah preman yang ditakuti sekaligus dibenci juga oleh warga di kampungnya. Bayi yang lahir dari keluarga ustadz dipelihara keluarga preman dan begitu sebaliknya. Setelah 15 tahun belalu, terjadi fenomena yang dahsyat. Bayi yang secara genetis berasal dari keluarga ustad, ternyata menjadi preman jahat. Sedangkan bayi yang secara genetis berasal dari keluarga preman menjadi seorang ustadz muda yang dikagumi di daerahnya.
Dari kisah ini, dapat diambil hikmahnya bahwa faktor lingkungan sangat beperan penting dalam pembentukan perilaku anak didik. Sedangkan gen atau keturunan merupakan transfer karakteristik orang tua kepada anak-anak melalui sel-sel kromosom. Ini juga harus diperhatikan oleh para orang tua.
Guru biasanya selalu kurang memperhatikan tanda-tanda anak didik memiliki masalah yang harus kita bantu dalam menyelesaikannya. Diantaranya: pertama, anak didik memiliki prestasi di bawah rata-rata di antara teman-temannya. Misalkan saja, Jono mendapat nilai rata-rata 4 sedangkan teman kelompok belajarnya mendapat nilai 8. Sebagai guru kita harus mampu menelisik mengapa ini terjadi dan dapat mengambil kesimpulan.
Kedua, hasil belajar yang didapatkan siswa tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan. Ia sudah belajar dengan keras namun hasilnya tetap saja rendah. Ketiga, Menunjukkan sikap tidak sopan kepada guru melalui kata-kata maupun prilaku. Sebagai guru ini harus diwaspadai dan perhatikan betul. Keempat, menunjukkan sikap berlainan. Misalnya suka murung, selalu sedih , pemarah bahkan suka menangis, dll.
Terkadang, guru kurang memperhatikan tanda-tanda ini. Guru terlalu menganggap biasa saja bila anak didik kita suka menangis atau kategori yang sederhana lainnya. Padahal, ini semua juga perangai buruk yang apabila dibiarkan dan tanpa memberikan solusi maka ini semua akan menghambat proses belajar dan prestasi anak.
Setelah kita mengetahui masalahnya, tentu sahabat guru harus mengetahui cara mengatasinya agar anak didik mampu meraih prestasi yang baik. Tentunya ini semua tidak terlepas dari kerjasama orangtua siswa. Tentunya yang harus kita lakukan sebagai guru untuk mengubah perangai buruk anak didik kita. Diawal, sahabat guru harus menerima anak bermasalah dengan kasih sayang. Menerimanya sesuai fitrahnya yang suci dan memberikan kasih sayang terhadapnya agar ia merasa bahwa ia diterima oleh guru.
Sembari itu, guru harus melakukan dialog dengan anak didik agar dapat diketahui sebab-sebab utama yang menimbulkan masalah. Saya mendapati anak didik saya selalu diam bahkan ketika disuruh maju kedepan ia hanya diam saja. Dan saat itu saya lakukan dialog dengannya dan hasilnya saya mengetahui bahwa ia malu dengan teman-temannya dan takut disorakin bila salah berbicara. Ia pun bercerita tentang kejadian yang sering dialaminya di kelas.
Dengan dialog begini, guru mengetahui akar masalahnya dan mampu mendapatkan solusi yang tepat untuk diberikan kepada anak didik yang memiliki masalah.
Selanjutnya, temukan kelebihan anak didik. Sahabat guru harus terlebih dahulu memahami keberadaan anak dengan sedalam-dalamnya. Tentang karakter dan kebiasaan serta prilakunya. Dengan memahami lebih dalam, guru dapat menemukan kelebihan yang dimiliki anak. Guru harus menyadari bahwa setiap anak memiliki berbagai macam kemampuan. Atau diibaratkan kemampuan anak seluas samudera dan guru harus menjadi penyelam yang handal di dalam samudera agar dapat menemukan harta karun yang terpendam.
Guru harus mampu menanamkan nilai spiritual kepada anak didiknya. Dalam setiap kata maupun tingkah laku sebaiknya dapat mencerminkan ketundukan kepada sang Rabb pemegang hati ciptaan-Nya. Guru harus mampu memberikan arahan tentang apa yang dianjurkan Allah Swt dan apa yang di larang-Nya.
Ketika anak didik marah hingga melakukan pemukulan kepada temannya. Guru harus memberikan nasehat yang berlandaskan perintah Allah. Bahwa sikap marah itu dilarang oleh Allah Swt bahkan Rasulullah berkata hingga 3x dalam hadist, “Lataghdob.. Lataghdob.. Lataghdob..”, yang artinya “Jangan marah.. Jangan marah.. Jangan marah…” dan juga memberitahu akibat dari sikap pemarah ini. Inilah yang harus dilakukan para guru agar ada pemahaman yang didapatkan anak didik.
Setelah usaha dilakukan untuk membuat perangai anak didik menjadi baik, maka tentunya guru harus menyerahkan semuanya kepada Sang Pemegang hati manusia dalam doa-doa untuk anak didik kita. Guru harus senantiasa mendoakan anak didik karena hal apapun yang kita usahakan agar mendapat berkah maka harus dikomunikasikan kepada sang Rabb. Bawalah nama-nama anak didik kita pada sujud malam saat bermesraan kepada-Nya. Manusia hanya berusaha dan penentunya hanya Dia.
Dalam proses belajar mengajar tentunya guru harus mampu memberikan konsekuensi yang akan diterima oleh anak didik bila melakukan perbuatan yang buruk. Dan hal ini sudah dikomunikasikan sejak awal atau tertera dalam aturan kelas yang dibuat guru dan anak didik. Hal-hal yang harus dilakukan diantaranya konsekuensi ini diberlakukan saat adanya perbuatan buruk yang terjadi sesuai kesepakatan awal. Konsekuensinya harus sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan anak didik.
Guru harus mampu menghindari memberikan cap jelek kepada anak. Contohnya cap bodoh, pemalas atau pemarah. Semua kata-kata yang menjudge buruk anak didik harus dihindarkan dan diganti dengan kata pintar, pandai, dan kamu mampu lebih baik. Kata-kata ini lebih menenangkan hati anak didik daripada mengatakan sesuatu hal yang membuatnya down.
Dengan konsekuensi ini, diharapkan siswa dapat bertanggungjawab atas perbuatannya dan jera dalam melakukannya. Dan dalam hal ini, anak didik juga dapat pemahaman tentang hal-hal yang seharusnya tidak boleh mereka lakukan.
Guru harus mampu mendampingi anak didik untuk memperbaiki sikapnya bukan malah ikut menjudge bahkan membuat anak didik berpikir akan kebodohan dan kenakalannya bahwa ia bodoh dan nakal. Di sinilah peran guru dan orangtua sangat dibutuhkan untuk membangkitkan motivasi dan semangat belajar anak.
Guru dan orang tua harus bekerjasama dalam hal ini. Yang harus dipahami guru merupakan orang tua dalam sekolah. Bayangkan, dalam waktu 6-8 jam anak dididik di sekolah bersama guru. Intinya, guru adalah orang tua kedua setelah orang tua aslinya oleh sebab itu peran guru sangat penting dalam menentukan perangai baik dan buruk anak didiknya.
Semangat Guru Indonesia…
No comments:
Post a Comment