Sampai saat ini kita masih di dengungkan dengan nada-nada sumbang kondisi pendidikan negara ini, mulai dari sistem yang tak jelas sampai dengan merosotnya moral anak didik. Kasus tawuran antar pelajar yang terjadi baru-baru ini adalah potret buram hasil pendidikan yang ada saat ini. Pendidikan karakter sepertinya masih menjadi agenda utama yang belum jua tuntas untuk diperbincangkan.
Sepertinya pendidikan karakter di Indonesia saat ini barulah berupa wacana usang yang kemudian diulang-ulang, seolah-olah ini sudah berjalan lama, padahal belum menemukan hasil yang memuaskan. Memang tak dapat kita nafikan ada beberapa faktor kuat yang mendukung terjadinya polemik ini, salah satunya adalah sistem yang menyulitkan, ketidakstabilan politik, ekonomi dan lainnya.
Sehingga kasus demi kasus kian hari kian mewarnai iklim pendidikan Indonesia. Disisi lain pendidikan karakter yang dicanangkan masih menyisakan pertanyaan besar selain pertanyaan tentang keberhasilan penerapan pendidikan tersebut, pertanyaan selanjutnya adalah sudahkah guru kita berkarakter?
Polemik pendidikan yang terhampar di depan saat ini, seperti mencerminkan tingkat keberhasilan guru dalam menanamkan konsep tersebut kepada siswanya, sebagai seorang patokan guru mestilah menjadi tujuan utama pendidikan karakter tersebut. Karena eksistensi guru pada hakekatnya adalah suatu yang fundamental dalam memegang kendali kebehasilan pendidikan karakter itu sendiri.
Jepang telah memberikan contoh nyata kepada kita, betapa guru menjadi tonggak pacu peradaban dan kemajuan bangsa dan negara matahari terbit itu, saat Jepang ditaklukkan sekutu dengan peristiwa Hiroshima dan Nagasaki, satu pertanyaan fenomenal yang terlontar pertama kali adalah: “Masih adakah guru yang hidup?” Pertanyaan ini menandakan betapa pentingnya peran dan eksistensi guru terhadap kebangkitan dan kemajuan bangsa jepang saat itu. Dengan demikian ketika hari ini permasalahan pendidikan silih berganti hadir di tengah Bangsa Indonesia, maka layaklah dipertanyakan ada apa dengan pendididikan kita? dan kemana perginya para guru bangsa?
Memang tak bisa dielakkan bahwa keberhasilan siswa didik, sangat dipengaruhi oleh peran guru. Sehingga tak heran mengapa kemudian gurulah yang menjadi sorotan utama dalam penerapan pendidikan berkarakter. tidak hanya sebagai seorang pengajar dan pencerdas kehidupan bangsa tugas dan tanggung jawab guru lebih kepada bagaimana menanamkan nilai-nilai moral, nasionalis, serta religiusitas dalam diri anak didik.
Namun apa yang terjadi saat ini justru malah kisah sedih dan buram, dimana tidak hanya pelajar yang terlibat skandal dan disoroti, guru juga banyak yang tidak mengindahkan profesi dan tugasnya sebagai seorang pendidik, kasus demi kasus ikut pula mengukir nama guru dikancah pendidikan Indonesia, yang berdampak pada lunturnya nilai kehormatan pahlawan tanpa tanda jasa itu.
Kecurangan dalam ujian nasional, kasus plagiat, kekerasan terhadap siswa didik, sampa pada kasus pelecehan seksual terhadap siswa didiknya, semakin menjatuhkan dan menambah buramnya citra seorang guru dimata masyarakat. Dapat dikatakan bahwa apa yang kita lihat sekarang adalah hasil pendidikan sepuluh tahun belakangan, bekunya mental korup di bangsa ini adalah budaya dan pola pikir yang tertanam dari hasil pendidikan waktu itu.
Sekarang pertanyaannya, bagaimana masa depan bangsa indonesia 10 atau 20 tahun kedepan? Lebih burukah atau lebih baik? Tak dapat dielakan semua itu tergantung pada siapa dan bagimana guru saat ini. Pendidikan karakter dimulai dari guru yang berkarakter, seperti apa yang didengungkan Soekarno:
“Anda tidak bisa mengajarkan apa yang Anda mau, Anda tidak bisa mengajarkan apa yang Anda tahu. Anda hanya bisa mengajarkan siapa Anda.”
Maka bagaimana mungkin akan ada pendidikan yang berkarakter bila yang menjadi penggerak gagasan tersebut, yang menjadi cermin pendidikan berkarakter itu sendiri tak berkarakter, sementara anak didik hanyalah orang yang akan diproses dalam sebuah sistem yang dijalankan oleh pendidik.
Bagaimana bisa guru yang bertabiat buruk mampu mengajarkan karakter, nilai- nilai moral dan adab kepada siswanya, mengajarkan tentang kejujuran pada anak didiknya, bila ia tak mampu menahan kecurangan. Akan sangat jauh panggang dari api, mengharapkan generasi muda menjadi generasi kebanggaan bangsa, bila nilai-nilai moral hanya tinggal di dalam lembaran-lembaran wacana semata. Konsep yang hanya matang di dalam tataran normatif akan tetapi tidak mampu menyentuh tahapan pengejawantahan.
Semua berpangkal dari guru, kembali kepada pendidik itu sendiri, sudahkah mereka memiliki karakteristik dan mengandung nilai-nilai moral dalam diri mereka? Pertanyaan ini kiranya adalah jawaban mengapa sampai saat ini pendidikan karakter tak sampai pada hasil yang memuaskan.
No comments:
Post a Comment