Menemukan Bakat Anak

Terkadang orangtua hanya bisa mengatakan anaknya bodoh, tidak memiliki kreatifitas dan kecerdasan apapun. Orang tua tidak bisa menggali potensi yang telah ada dalam diri si anak. Padahal orang tua tinggal mengasah dan mengarahkan ke mana si anak sebaiknya melangkah dan memberi fasilitas pendukung. Di sinilah letak pentingnya mengetahui bakat, minat, dan kecenderungan anak.

Bakat adalah aktivitas yang disukai oleh anak yang berasal dari internal. Faktor internal biasanya berasal dari gen atau bawaan dalam diri anak yang sudah ada sejak lahir. Bakat kerap terlepas dari pengaruh lingkungan, walaupun ada pula sedikit pengaruhnya. Bakat yang ditekuni terus-menerus akan memunculkan minat anak sehingga kemudian menghasilkan karya. Bakat juga menjadikan anak menyukai unjuk penampilan.

Orangtua yang baik seyogianya memberikan kesempatan kepada anak agar bisa mengembangkan dirinya sesuai dengan bakat yang dimiliki dan ingin dikembangkan si anak. Munif Chatib dalam buku “Orangtuanya Manusia”, mengungkapkan ada beberapa yang diperhatikan jika ingin mengembangkan bakat seorang anak. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :

Pertama adalah rumah. Rumah merupakan sarana seorang anak mengembangkan bakatnya. Perhatikan aktivitas dan perilaku harian anak. Pastinya ada aktivitas yang mereka sukai. Rasa suka terhadap suatu aktivitas sangat penting diketahui oleh orangtuanya karena disanalah terdapat bakat anak. Cara mengetahui kesukaan anak sangat mudah. Dia akan melakukan kegiatan yang disukainya secara berulang-ulang. Jika  tak berulang-ulang artinya aktivitas tersebut tidak disukai oleh anak.

Kedua adalah larangan melakukan aktivitas yang disukainya. Misalnya, Anda memliki HP baru yang diletakkan di atas meja. Anak Anda yang berusia dini melihat HP tersebut sehingga langsung meraih, mengamati, lalu menekan tombolnya. Biasanya, kita langsung marah dan merebut HP itu dari anak sehingga terjadi saling rebut. Bahkan mungkin kita langsung membentak dan memukul anak sambil berkata, “Nakal kamu ya! Ini HP baru, bukan mainan!”

Jika Anda melakukan hal demikian, melarang memegang HP atau barang lain secara frontal, maka bisa jadi Anda telah membunuh bakat anak. Ketika anak kita melakukan aktivitas baru yang disukainya, sebaiknya jangan langsung dilarang jika kita tidak menyukai kelakuannya. Percayalah, hal ini adalah perintah otak anak untuk mendapatkan pengalaman belajar. Jika sudah mendapatkan pengalaman, lalu anak akan terus-menerus melakukan aktifitas tersebut. Adapun jika didapati akibat negatif, baru kita segera menghentikannya sebelum terjadi.

Mengenai kasus ini, bahkan akan lebih baik lagi jika Anda mengajak anak memegang HP tersebut dan bersama belajar tentang fungsi tombol-tombolnya, meskipun anak belum begitu memahaminya. Dengan demikian, rasa ingin tahunya tentang benda bernama HP itu tersalurkan dan pengalaman mempelajarinya telah tuntas.

Ketiga, selalu menyebut anak dengan sebutan negatif. Misalnya, suatu ketika anak Anda mendapatkan nilai 5 pada nilai matematika, bahasa Inggris atau bidang studi apapun. Lalu, Anda langsung mengatakan, “Dasar bodoh! Masa soal segampang ini kamu tidak bisa!” Atau perkataan seperti:

“Uh dasar lemes! Pegang gelas gitu aja pecah.”

“Emang kamu ini nakal sekali jadi anak, sudah berapa kali vas bunga mama pecah kamu buat. Makanya kalau main-main jangan di dalam rumah dong!”

Jika Anda selalu memberi label pada anak Anda dengan perkataan negatif, maka bakat anak Anda tidak akan muncul. Kebiasaan ini menjadi penyebab bahwa Anda dan rumah menjadi mesin pembunuh bakat anak.

Keempat, tidak memberikan kebebasan untuk berekspresi kepada anak. Pada masa usia berapapun, sebenarnya anak membutuhkan ruang bebas untuk berekspresi. Bagi anak berusia dini atau jenjang SD, sangat penting memberikan ruang bereksplorasi dan berekspresi. Sekali lagi, Anda dan rumah telah menjadi mesin pembunuh bakat anak jika anak tidak diberi kesempatan berekspresi untuk memenuhi kebutuhan rasa ingin tahunya.

Kelima, hukuman yang tidak mendidik kepada anak. Biasanya ada dua macam, yaitu hukuman fisik dan hukuman psikis. Hukuman fisik antara lain: memukul, mencubit, menarik rambut, menampar, dan sejenisnya. Sedangkan hukuman psikis contohnya mengurung, memarahi, memaki, meneriaki, dan sebagainya. Kedua jenis hukuman tersebut sama-sama tidak dianjurkan. Lalu, apakah orangtua sama sekali tidak boleh menghukum anaknya?

Menurut Munif Chatib, istilah “hukuman” harus diubah menjadi pengajaran atau konsekuensi. Sebaiknya orangtua menentukan  jenis konsekuensi yang sesuai dengan  usia anak. Biasanya konsekuensi yang paling efektif adalah menunda sementara waktu aktivitas yang digemari anak. Jadi, sesungguhnya tak ada hukuman, yang ada hanyalah konsekuensi. Hukuman yang tidak mendidik, biasanya malah akan menimbulkan pengaruh buruk pada anak. Akibat buruk tersebut di antaranya adalah:

  • Anak akan terbiasa menyerah saat menghadapi paksaan dan punya anggapan bahwa siapa yang kuat, dialah yang menang.
  • Anak akan punya anggapan negatif terhadap penghukuman sehingga membuat dia keras kepala.
  • Anak akan menjadi penakut, memiliki kepribadian buruk serta keseimbangan psikologis yang terganggu.

Keenam, tekanan anak terhadap prestasi di sekolah. Terkadang orangtua berharap agar anak berprestasi akademik di sekolah dengan cara memaksa dan menekan. Sekolah tiba-tiba berubah fungsi menjadi penjara bagi anak, sebab di dalamnya ada setumpuk tugas kognitif yang harus diselesaikan demi mendapatkan nilai tinggi. Sekolah berubah fungsi dari institusi pembelajaran yang mestinya menyenangkan menjadi wadah pemaksaan anak untuk dibentuk sesuai dengan keinginan atau kurikulum sekolah. Kemudian di rumah, orangtua menerima mentah-mentah kondisi ini. Akhirnya, anak menghabiskan seluruh waktunya untuk mengerjakan pekerjaan rumah demi mengejar prestasi akademik an sich. Rumah semacam ini, lagi-lagi, praktis telah menjadi mesin pembunuh bakat anak.

Jadi, rumah akan berubah menjadi mesin pembunuh bakat anak, jika di dalamnya ada :

  1. Larangan melakukan aktivitas yang disukai anak
  2. Selalu menyebut anak dengan sebutan negatif
  3. Tidak memberikan kebebasan berekspresi kepada anak
  4. Hukuman yang tidak mendidik kepada anak
  5. Tekanan terhadap prestasi di sekolah

Adapun saran praktis mengembangkan bakat anak ialah:

  1. Biarkan anak Anda menemukan bakatnya sendiri. Perhatikan aktivitas yang dia pilih karena aktivitas itu merupakan sumber bakat anak.
  2. Ajaklah anak Anda sesering mungkin mengikuti pengalaman-pengalaman hidup menarik Anda. Aktivitas tersebut akan memunculkan bakat anak yang terpendam.
  3. Anda jangan selalu menuntut kesempurnaan dan terbebas dari kesalahan terhadap sesuatu yang dilakukan anak Anda. Hargailah kesalahan yang dilakukan dan kenalkan anak pada risiko sebuah kesalahan.
  4. Jawablah pertanyaan anak Anda sebagaimana mestinya karena mereka akan selalu bertanya apapun yang mereka lihat.
  5. Jangan paksa anak mempelajari pelajaran tertentu yang diinginkan orangtua hingga ia mengalami stres. Anda  harus memberikan dorongan, bukan memaksa.

No comments:

Post a Comment