Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi menjamin tidak adanya perbedaan bagi setiap warga negara Indonesia untuk mendapatkan pendidikan di jenjang pendidikan tinggi. Khusus bagi mahasiswa penyandang disabilitas, pasal 32 menyebutkan bahwa program studi dapat dilaksanakan melalui pendidikan khusus atau pendidikan layanan khusus bagi mahasiswa yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran.
Saat ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) tengah merampungkan peraturan menteri (permen) yang mengatur ketentuan lebih lanjut mengenai program studi yang melaksanakan pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus sesuai amanat UU No.12 Tahun 2012. Kepala Seksi (Kasi) Sistem Pembelajaran Pendidikan Tinggi Kemdikbud, Eva Wani mengatakan Kemdikbud tengah menyusun permen tersebut, dan sedang dalam tahap finalisasi.
“Belum ditandatangani Mendikbud, karena kami masih dalam usaha meng-cover semua kebutuhan yang harus kami muat di situ, sehingga tidak ada yang tertinggal atau terabaikan,” jelas Eva saat audiensi dengan Perhimpunan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) di kantor Kemdikbud, Jakarta, (13/3/2014).
Eva menegaskan, perguruan tinggi tidak melakukan diskriminasi terhadap para penyandang disabilitas untuk menempuh pendidikan tinggi. Hanya saja, tidak semua perguruan tinggi memiliki fasilitas untuk membantu kesulitan para penyandang disabilitas mengikuti perkuliahan. Karena itu, katanya, saat ini Kemdikbud sedang menghimpun data mengenai fasilitas dan sarana belajar yang dibutuhkan penyandang disabilitas dalam menempuh program studi.
“Perguruan tinggi mempunyai program studi yang bisa menerima para disabilitas karena ada macam-macam disabilitas, dan layanannya tidak sama. Fasilitasnya tidak sama,” ujar Eva.
Penyusunan permen dan pendataan tersebut, katanya, untuk menyukseskan diterapkannya pendidikan inklusi di perguruan tinggi. Direncanakan, pola pendidikan yang akan diterapkan bagi penyandang disabilitas di perguruan tinggi adalah pendidikan inklusi, bukan pendidikan luar biasa, sehingga mereka bergabung di satu kelas dalam mengikuti perkuliahan.
“Dalam penetapan (permen) ini kami tidak bisa segera menurunkan permen ke perguruan tinggi karena masih kami susun, termasuk petunjuk teknis dari masing-masing perguruan tinggi nantinya dalam menerima pendidikan inklusi,” tutur Eva.
Ia menambahkan, pada tahun 2013 Kemdikbud melalui Ditjen Pendidikan Tinggi sudah memfasilitasi empat perguruan tinggi untuk membuka pusat layanan disabilitas, yaitu di Universitas Brawijaya, Universitas Negeri Surabaya, Universitas Pendidikan Indonesia, dan Universitas Negeri Jakarta. Kemdikbud juga akan memberikan dana hibah kepada perguruan tinggi lain untuk membangun pusat layanan disabilitas
Saat ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) tengah merampungkan peraturan menteri (permen) yang mengatur ketentuan lebih lanjut mengenai program studi yang melaksanakan pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus sesuai amanat UU No.12 Tahun 2012. Kepala Seksi (Kasi) Sistem Pembelajaran Pendidikan Tinggi Kemdikbud, Eva Wani mengatakan Kemdikbud tengah menyusun permen tersebut, dan sedang dalam tahap finalisasi.
“Belum ditandatangani Mendikbud, karena kami masih dalam usaha meng-cover semua kebutuhan yang harus kami muat di situ, sehingga tidak ada yang tertinggal atau terabaikan,” jelas Eva saat audiensi dengan Perhimpunan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) di kantor Kemdikbud, Jakarta, (13/3/2014).
Eva menegaskan, perguruan tinggi tidak melakukan diskriminasi terhadap para penyandang disabilitas untuk menempuh pendidikan tinggi. Hanya saja, tidak semua perguruan tinggi memiliki fasilitas untuk membantu kesulitan para penyandang disabilitas mengikuti perkuliahan. Karena itu, katanya, saat ini Kemdikbud sedang menghimpun data mengenai fasilitas dan sarana belajar yang dibutuhkan penyandang disabilitas dalam menempuh program studi.
“Perguruan tinggi mempunyai program studi yang bisa menerima para disabilitas karena ada macam-macam disabilitas, dan layanannya tidak sama. Fasilitasnya tidak sama,” ujar Eva.
Penyusunan permen dan pendataan tersebut, katanya, untuk menyukseskan diterapkannya pendidikan inklusi di perguruan tinggi. Direncanakan, pola pendidikan yang akan diterapkan bagi penyandang disabilitas di perguruan tinggi adalah pendidikan inklusi, bukan pendidikan luar biasa, sehingga mereka bergabung di satu kelas dalam mengikuti perkuliahan.
“Dalam penetapan (permen) ini kami tidak bisa segera menurunkan permen ke perguruan tinggi karena masih kami susun, termasuk petunjuk teknis dari masing-masing perguruan tinggi nantinya dalam menerima pendidikan inklusi,” tutur Eva.
Ia menambahkan, pada tahun 2013 Kemdikbud melalui Ditjen Pendidikan Tinggi sudah memfasilitasi empat perguruan tinggi untuk membuka pusat layanan disabilitas, yaitu di Universitas Brawijaya, Universitas Negeri Surabaya, Universitas Pendidikan Indonesia, dan Universitas Negeri Jakarta. Kemdikbud juga akan memberikan dana hibah kepada perguruan tinggi lain untuk membangun pusat layanan disabilitas
No comments:
Post a Comment