Salah satu hal yang berubah dalam Kurikulum 2013 adalah pola penilaian rapor siswa yang tidak lagi menggunakan angka, melainkan melalui penilaian otentik dalam bentuk deskriptif. Pola penilaian semacam ini diyakini dapat menilai secara utuh seluruh kompetensi siswa yang meliputi aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
Kepala SD Negeri Kleco I No. 7, Surakarta, Jawa Tengah, Gitono mengungkapkan, pola penilaian baru tersebut telah diterapkan di sekolahnya untuk siswa kelas 1 dan 4. SD Negeri Kleco I No. 7 merupakan sekolah sasaran implementasi Kurikulum 2013 tahun pelajaran 2013/2014 yang lalu. Gitono mengungkapkan, meski guru harus bekerja lebih untuk penilaian siswa ini, namun guru tetap senang melakukannya, demi mewujudkan generasi emas Indonesia di masa datang.
Sementara itu, Siti Nurhasanah, guru kelas 4 SD Negeri Kleco I No. 7 Surakarta mengatakan, pola penilaian yang berbeda seiring dengan penerapan Kurikulum 2013 di sekolahnya, cukup membuatnya kewalahan. Hal ini karena setiap hari, untuk setiap kegiatan harus ada penilaiannya. “Ini pekerjaan yang lumayan (berat) juga,” ujarnya.
Meski demikian, Siti mengaku pola pembelajaran Kurikulum 2013 lebih baik dibandingkan kurikulum sebelumnya. Menurutnya, peserta didik menjadi lebih aktif, kreatif, berani, dan percaya diri, serta senang karena dalam pembelajarannya sering melibatkan siswa. Hal ini berbeda dengan kurikulum yang lalu, di mana anak terbebani dengan materi yang begitu banyak.
“Kalau dulu, soal A jawabannya hanya satu. Sekarang, soal A, jawabannya bisa berbeda-beda dari pemikiran anak. Itu harus kita tampung semua,” tuturnya.
Siti menjelaskan, saat pembagian rapor semester pertama yang lalu, banyak di antara orangtua siswa yang terkejut dengan pola penilaian baru tersebut. Di dalam penilaian itu tidak disebutkan berapa nilai yang siswa peroleh untuk tema-tema pelajaran tertentu.
“Banyak orangtua yang minta penjelasan kepada saya sebagai wali kelas anak-anak, mengapa rapornya menjadi seperti ini. Kemudian saya jelaskan bahwa inilah bedanya penilaian pada Kurikulum 2013,” tambah Siti yang sudah tujuh tahun mengajar.
Memang dalam Kurikulum 2013, penilaian siswa dilakukan dengan memberikan penjelasan secara deskriptif kepada orangtua/wali murid tentang apa yang telah siswa kerjakan selama pembelajaran di sekolah. Dalam rapor tersebut, guru dapat memberikan penilaian tentang kelebihan dan kekurangan anak.Penilaian semacam ini dilakukan mengingat dalam Kurikulum 2013, siswa tidak dinilai dari hasil, melainkan proses siswa menuju pencapaian hasil
Kepala SD Negeri Kleco I No. 7, Surakarta, Jawa Tengah, Gitono mengungkapkan, pola penilaian baru tersebut telah diterapkan di sekolahnya untuk siswa kelas 1 dan 4. SD Negeri Kleco I No. 7 merupakan sekolah sasaran implementasi Kurikulum 2013 tahun pelajaran 2013/2014 yang lalu. Gitono mengungkapkan, meski guru harus bekerja lebih untuk penilaian siswa ini, namun guru tetap senang melakukannya, demi mewujudkan generasi emas Indonesia di masa datang.
Sementara itu, Siti Nurhasanah, guru kelas 4 SD Negeri Kleco I No. 7 Surakarta mengatakan, pola penilaian yang berbeda seiring dengan penerapan Kurikulum 2013 di sekolahnya, cukup membuatnya kewalahan. Hal ini karena setiap hari, untuk setiap kegiatan harus ada penilaiannya. “Ini pekerjaan yang lumayan (berat) juga,” ujarnya.
Meski demikian, Siti mengaku pola pembelajaran Kurikulum 2013 lebih baik dibandingkan kurikulum sebelumnya. Menurutnya, peserta didik menjadi lebih aktif, kreatif, berani, dan percaya diri, serta senang karena dalam pembelajarannya sering melibatkan siswa. Hal ini berbeda dengan kurikulum yang lalu, di mana anak terbebani dengan materi yang begitu banyak.
“Kalau dulu, soal A jawabannya hanya satu. Sekarang, soal A, jawabannya bisa berbeda-beda dari pemikiran anak. Itu harus kita tampung semua,” tuturnya.
Siti menjelaskan, saat pembagian rapor semester pertama yang lalu, banyak di antara orangtua siswa yang terkejut dengan pola penilaian baru tersebut. Di dalam penilaian itu tidak disebutkan berapa nilai yang siswa peroleh untuk tema-tema pelajaran tertentu.
“Banyak orangtua yang minta penjelasan kepada saya sebagai wali kelas anak-anak, mengapa rapornya menjadi seperti ini. Kemudian saya jelaskan bahwa inilah bedanya penilaian pada Kurikulum 2013,” tambah Siti yang sudah tujuh tahun mengajar.
Memang dalam Kurikulum 2013, penilaian siswa dilakukan dengan memberikan penjelasan secara deskriptif kepada orangtua/wali murid tentang apa yang telah siswa kerjakan selama pembelajaran di sekolah. Dalam rapor tersebut, guru dapat memberikan penilaian tentang kelebihan dan kekurangan anak.Penilaian semacam ini dilakukan mengingat dalam Kurikulum 2013, siswa tidak dinilai dari hasil, melainkan proses siswa menuju pencapaian hasil