KURIKULUM 2013 SEKOLAH DASAR DAN IMPLEMENTASI

KURIKULUM 2013 SD DAN IMPLEMENTASINYA
1.     Apakah Kurikulum 2013 itu?
Kurikulum 2013 adalah kurikulum yang merupakan lanjutan pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang telah dikembangkan pada tahun 2004 lalu, yang mencakup kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan secara terpadu. Pemberlakuan kurikulum baru ini menurut pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bersifat urgen dan harus dilaksanakan secepatnya di tahun ajaran baru nanti.
2.     Apa Perbedaan Kurikulum 2013 dengan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)?

Elemen perubahan Kurikulum 2013 didasarkan pada Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Standar Proses, Standar Isi dan Standar Penilaian. Berikut screen shoot slide Bahan Uji Publik Kurikulum 2013 terkait elemen-elemen perubahan pada Kurikulum 2013.
3.     Mengapa Berbagai Pihak Menolak Kurikulum 2013?

Meskipun Menteri Pendidikan dan Kebudayaan telah menyampaikan opini tentang Kurikulum 2013 di Kompas pada Jumat, 8 Maret 2013, gelombang aksi penolakan terus berlanjut. Beberapa pihak yang menolak pemberlakuan Kurikulum 2013 antara lain:
Indonesia Corruption Watch (ICW)
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI)
Forum Musyawarah Guru Jakarta (FMGJ)
Aliansi Revolusi Pendidikan



Pihak-pihak yang menggelar aksi tolak kurikulum 2013 ini juga mengusung isu penghentian ujian nasional (UN) dan penghapusan komersialisasi pendidikan. Berbagai alasan yang dikemukakan pihak-pihakyang menolak Kurikulum 2013 antara lain:
Bila kurikulum 2013 diterapkan, maka ratusan ribu guru akan di-PHK. Mereka akan terancam kehilangan pekerjaan, terhambat karier dan kehilangan kesempatan mengembangkan ilmunya. Kurikulum 2013 mengacu pada pemborosan uang rakyat, pembodohan guru. (Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti).
Setidaknya ada delapan alasan petisi Tolak Kurikulum 2013 ini," kata Koordinator Monitoring Kebijakan Publik ICW, Febri Hendri. Berikut petikannya: :
1)     Proses perumusan kebijakan perubahan kurikulum tidak terencana dan terburu-buru;
2)     mekanisme perubahan kurikulum tidak mengacu pada Standar Nasional Pendidikan (SNP);
3)     Pemerintah ditengarai tidak melakukan evaluasi terlebih dahulu terhadap Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang telah diterapkan sejak tahun 2006;
4)     Kurikulum 2013 cenderung mematikan kreatifitas guru dan tidak mempertimbangkan konteks budaya lokal, karena guru telah diberikan buku pegangan dan silabus yang isinya sama sekali tanpa memikirkan konteks lokal;
5)     Target training master teacher terlalu ambisius, sementara buku untuk guru belum dicetak;
6)     Anggaran kurikulum 2013 mencapai angka fantastis, yaitu Rp 2,49 triliun, lebih dari setengahnya yaitu Rp 1,3 triliun, akan digunakan untuk proyek pengadaan buku yang berpotensi dikorupsi;
7)     Pemerintah belum mengeluarkan dokumen kurikulum 2013 resmi.Sehingga muncul pertanyaan, bagaimana penyusunan buku dapat dilakukan jika dokumen kurikulum 2013 saja sampai saat ini belum resmi?
8)     Pengadaan buku untuk Kurikulum 2013 merupakan proyek pemborosan, padahal setiap tahun sejak 2008, pemerintah aktif membeli hak cipta buku sekolah elektronik (BSE).
Sepertinya, bila kita memerhatikan berbagai gelombang demonstrasi dan desakan dari pihak-pihak yang menolak pemberlakuan Kurikulum 2013 di tahun  pelajaran 2013/2014 mendatang lebih karena kesan terburu-burunya penetapan Kurikulum ini dan kekhawatiran akan penyimpanan dana yang besar. Bagaimana dengan Anda? Apakah Anda setuju bila Kurikulum 2013 diterapkan di tahun pembelajaran 2013/2014 di bulan Juli nanti?
4.     Implementasi Kurikulum 2013 Hanya di 7 Persen SD
Polemik perubahan kurikulum 2013 makin pelik. Selain anggaran yang belum tuntas, beredar juga informasi bahwa penerapan kurikulum yang sedianya dijalankan di 30 persen jumlah sekolah SD, turun menjadi 7 persen.
Informasi ini disampaikan Anggota Komisi X DPR RI, Reni Marlina saat dikonfirmasi JPNN.com, Jumat (12/4) petang.
Dia mengatakan, panitia kerja (Panja) kurikulum 2013 yang dibentuk Komisi X DPR belum memberikan rekomendasi terhadap anggaran kurikulum yang diusulkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
“Anggaran belum ada keputusan. Karena kita masih menunggu rekomendasi dari BPKP, tapi belum ada sampai sekarang,” kata Reni.
Nah, dia juga menerima informasi bahwa terjadi perubahan pada rencana implementasi kurikulum baru ini di sekolah SD. Semula, Mendikbud Mohammad Nuh mengatakan kurikulum itu akan dijalankan di 30 persen sekolah SD di Indonesia.
Namun yang terbaru terjadi penurunan jadi 10 persen, bahkan yang terbaru, kurikulum akan dijalankan pada 7 persen sekolah SD saja.
“Informasinya dari 30 persen diskon lagi 10 persen, kemudian diskon lagi jadi 7 persen, tapi belum ada konfirmasi resmi (Kemdikbud)” ungkap politisi PPP itu. Saat ditanya apakah penurunan ini akan berdampak pada penurunan anggarannya, Reni kembali menegaskan belum ada keputusan soal anggaran.“Makanya kita belum ada keputusan apapun. Jadi, jangankan bisa implementasi, anggarannya saja belum clear,” pungkasnya.(fat/jpnn)

Dalam rancangan kurikulum 2013 sebagaimana dapat diunduh  dinyatakan bahwa pemerintah menyiapkan semua komponen kurikulum sampai buku teks pelajaran dan pedoman bagi guru. Ada dua kondisi yang menyebabkan pemerintah mengambil alih peran guru, pertama bahwa penyusunan kurikulum (baca: silabus) oleh satuan pendidikan (guru) dipandang kebablasan sehingga tidak ada kurikulum yang bersifat nasional dan daerah.
Kedua, pemerintah menilai kemampuan guru dan guru belum siap melakukan pengembangan kurikulum. Banyak terjadi copy-paste silabus dari sekolah lain. Akhirnya penyusunan kurikulum tidak lagi memperhatikan kondisi satuan pendidikan, kebutuhan peserta didik, dan potensi daerah.
Jika rancangan kurikulum 2013 ini diterapkan maka salah satu kewenangan guru dikurangi, yaitu menyusun silabus. Ini kembali sebelum KTSP diberlakukan, dimana pemerintah saat itu sudah menyediakan Garis Besar Program Pengajaran (GBPP), guru tinggal menyusun satuan pelajaran (satpel). Kini direncanakan pemerintah akan menyiapkan silabus, guru tinggal menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Bahkan pemerintah direncanakan akan menyiapkan buku pedoman (master teaching) atau buku babon.
Apakah ini merupakan ketidakpercayaan pemerintah terhadap guru? Sehingga salah satu kewenangannya dikurangi. Sementara itu, dari sisi guru tidak ada gejolak yang berarti. Malahan barangkali berpikir lega karena bebannya dikurangi. Namun sayangnya secara profesional tidak ada komentar nyaring dari PGRI terhadap rancangan ini. Barangkali juga bersyukur karena anggotanya dikurangi beban profesionalnya, namun tunjangan profesinya tidak dikurangi.
5.  Organisasi Kompetensi, Tujuan Satuan Pendidikan, dan Struktur Kurikulum
a.   Organisasi Kompetensi
Mata pelajaran adalah unit organisasi Kompetensi Dasar yang terkecil. Untuk kurikulum SD/MI, organisasi Kompetensi Dasar dilakukan melalui pendekatan terintegrasi. Berdasarkan pendekatan ini maka terjadi reorganisasi Kompetensi Dasar mata pelajaran yang mengintegrasikan konten mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dan Ilmu Pengetahuan Sosial di kelas I, II, dan III ke dalam mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, serta Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan. Dengan pendekatan ini maka Struktur Kurikulum SD/MI menjadi lebih sederhana karena jumlah mata pelajaran berkurang.
Di kelas IV, V, dan VI nama mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dan Ilmu Pengetahuan Sosial tercantum dalam Struktur Kurikulum dan memiliki Kompetensi Dasar masing–masing. Untuk proses pembelajaran, Kompetensi Dasar Ilmu Pengetahuan Alam dan Ilmu Pengetahuan Sosial, sebagaimana Kompetensi Dasar mata pelajaran lain, diintegrasikan ke dalam berbagai tema. Oleh karena itu, proses pembelajaran semua Kompetensi Dasar dari semua mata pelajaran terintegrasi dalam berbagai tema.
Substansi muatan lokal termasuk bahasa daerah diintegrasikan ke dalam mata pelajaran Seni Budaya dan Prakarya. Sedangkan substansi muatan lokal yang berkenaan dengan olahraga serta permainan daerah diintegrasikan ke dalam mata pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan.
b.   Tujuan Satuan Pendidikan

Penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah sebagaimana yang dinyatakan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan bertujuan membangun landasan bagi berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang:
a)     beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, dan berkepribadian luhur;
b)     berilmu, cakap, kritis, kreatif, dan inovatif;
c)     sehat, mandiri, dan percaya diri; dan
d)     toleran, peka sosial, demokratis, dan bertanggung jawab.
c.    Struktur Kurikulum dan Beban Belajar

1.   Struktur Kurikulum
Struktur kurikulum menggambarkan konseptualisasi konten kurikulum dalam bentuk mata pelajaran, posisi konten/mata pelajaran dalam kurikulum, distribusi konten/mata pelajaran dalam semester atau tahun, beban belajar untuk mata pelajaran dan beban belajar per minggu untuk setiap peserta didik. Struktur kurikulum adalah juga merupakan aplikasi konsep pengorganisasian konten dalam sistem belajar dan pengorganisasian beban belajar dalam sistem pembelajaran. Pengorganisasian konten dalam sistem belajar yang digunakan untuk kurikulum yang akan datang adalah sistem semester sedangkan pengorganisasian beban belajar dalam sistem pembelajaran berdasarkan jam pelajaran per semester.
Struktur kurikulum adalah juga gambaran mengenai penerapan prinsip kurikulum mengenai posisi seorang peserta didik dalam menyelesaikan pembelajaran di suatu satuan atau jenjang pendidikan. Dalam struktur kurikulum menggambarkan ide kurikulum mengenai posisi belajar seorang peserta didik yaitu apakah mereka harus menyelesaikan seluruh mata pelajaran yang tercantum dalam struktur ataukah kurikulum memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menentukan berbagai pilihan. Struktur kurikulum terdiri atas sejumlah mata pelajaran, dan beban belajar.
Selain kegiatan intrakurikuler seperti yang tercantum di dalam struktur kurikulum diatas, terdapat pula kegiatan ekstrakurikuler SD/MI antara lain Pramuka (Wajib), Usaha Kesehatan Sekolah, dan Palang Merah Remaja. Mata pelajaran Kelompok A adalah kelompok mata pelajaran yang kontennya dikembangkan oleh pusat. Mata pelajaran Kelompok B yang terdiri atas mata pelajaran Seni Budaya dan Prakarya serta Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan adalah kelompok mata pelajaran yang kontennya dikembangkan oleh pusat dan dilengkapi dengan konten lokal yang dikembangkan oleh pemerintah daerah. Satuan pendidikan dapat menambah jam pelajaran per minggu sesuai dengan kebutuhan peserta didik pada satuan pendidikan tersebut.
2.   Beban Belajar
Beban belajar dinyatakan dalam jam belajar setiap minggu untuk masa belajar selama satu semester. Beban belajar di SD/MI kelas I, II, dan III masing-masing 30, 32, 34 sedangkan untuk kelas IV, V, dan VI masing-masing 36 jam setiap minggu. Jam belajar SD/MI adalah 35 menit.
Dengan adanya tambahan jam belajar ini dan pengurangan jumlah Kompetensi Dasar, guru memiliki keleluasaan waktu untuk mengembangkan proses pembelajaran yang berorientasi siswa aktif. Proses pembelajaran siswa aktif memerlukan waktu yang lebih panjang dari proses pembelajaran penyampaian informasi karena peserta didik perlu latihan untuk mengamati, menanya, mengasosiasi, dan berkomunikasi. Proses pembelajaran yang dikembangkan menghendaki kesabaran guru dalam mendidik peserta didik sehingga mereka menjadi tahu, mampu dan mau belajar dan menerapkan apa yang sudah mereka pelajari di lingkungan sekolah dan masyarakat sekitarnya. Selain itu bertambahnya jam belajar memungkinkan guru melakukan penilaian proses dan hasil belajar.


6.     Tiga Persiapan Untuk Implementasi Kurikulum 2013
Ada pertanyaan yang muncul bernada khawatir, dalam uji publik kurikulum 2013? Persiapan apa yang dilakukan Kemdikbud untuk kurikulum 2013? Apakah sedemikian mendesaknya, sehingga tahun pelajaran 2013 mendatang, kurikulum itu sudah harus diterapkan. Menjawab kekhawatiran itu, sedikitnya ada tiga persiapan yang sudah masuk agenda Kementerian untuk implementasi kurikulum 2013. Pertama, berkait dengan buku pegangan dan buku murid. Ini penting, jika kurikulum mengalami perbaikan, sementara bukunya tetap, maka bisa jadi kurikulum hanya sebagai “macan kertas”.
Pemerintah bertekad untuk menyiapkan buku induk untuk pegangan guru dan murid, yang tentu saja dua buku itu berbeda konten satu dengan lainnya. Kedua, pelatihan guru. Karena implementasi kurikulum dilakukan secara bertahap, maka pelatihan kepada guru pun dilakukan bertahap. Jika implementasi dimulai untuk kelas satu, empat di jenjang SD dan kelas tujuh, di SMP, serta kelas sepuluh di SMA/SMK, tentu guru yang diikutkan dalam pelatihan pun, berkisar antara 400 sampai 500 ribuan.Ketiga, tata kelola. Kementerian sudah pula mnemikirkan terhadap tata kelola di tingkat satuan pendidikan. Karena tata kelola dengan kurikulum 2013 pun akan berubah. Sebagai misal, administrasi buku raport. Tentu karena empat standar dalam kurikulum 2013 mengalami perubahan, maka buku raport pun harus berubah.
Intinya jangan sekali-kali persoalan implementasi kurikulum dihadapkan pada stigma persoalan yang kemungkinan akan menjerat kita untuk tidak mau melakukan perubahan. Padahal kita sepakat, perubahan itu sesuatu yang niscaya harus dihadapi mana kala kita ingin terus maju dan berkembang. Bukankah melalui perubahan kurikulum ini sesungguhnya kita ingin membeli masa depan anak didik kita dengan harga sekarang



7.        Kurikulum 2013 Akan Dilaksanakan Secara Terbatas Dulu
Jakarta (03/04) Setelah karut marut ujian nasional, Mendikbud nampaknya tidak mau teranduk batu untuk kedua kalinya di tahun ini. Implementasi kurikulum yang semula akan dilakukan secara serentak pada semua sekolah di seluruh Indonesia, akhirnya akan dilaksanakan dengan cara piloting pada sekolah terpilih yang tersebar di 295 kabupaten/kota.
Pada setiap kabupaten/kota yang djadikan lokasi piloting tidak semua sekolah melaksanakan kurikulum 2013. Hanya 7-8 persen secara nasional sekolah yang akan melaksanakan kurikulum baru sejak Juli mendatang. Sekolah yang tidak dijadikan titik piloting masih tetap menggunakan kurikulum lama. Penerapan kurikulum 2013 baru akan dilaksanakan secara serempak setelah dilakukan kajian dari hasil piloting.
Beberapa pihak sebenarnya sudah mengusulkan agar pelaksanaan kurikulum 2013 didahului dengan ujicoba atau piloting. Hajriyanto Y Thohari, Wakil Ketua MPR, mengusulkan bahwa perlu adanya proyek percontohan atau “pilot project” Kurikulum 2013 sebelum diterapkan. Menurut Nuh, kata ”uji coba” secara akademik, berarti masih ada sesuatu yang belum proven.  Mantan Rektor ITS tersebut bersikukuh bahwa implementasi kurikulum 2013 harus serentak mulai dari SD, SMP, dan SMA. Dimulai dari kelas I dan IV SD, kelas VII SMP, dan kelas X SMA pada setiap sekolah di tanah air. Artinya tidak ada piloting.
Kurikulum yang berlaku saat ini berlaku didahului dengan piloting pada sebagian sekolah pada tahun 2004, yaitu kurikulum berbasis kompetensi. Berdasarkan hasil piloting kemudian disempurnakan menjadi kurikulum tingkat satuan pendidikan yang diimplementasikan secara serentak mulai tahun 2006.
Jika kita hendak menghasilkan kurikulum yang terbaik bagi anak bangsa, mengapa harus dipaksakan dilaksanakan serentak tanpa ujicoba terlebih dahulu? Produk apa pun pada era modern ini jika ingin berkualitas pasti melalui tahapan ujicoba, tidak langsung diproduksi massal. Hal ini untuk memastikan bahwa produk atau jasa tersebut layak digunakan dan memuaskan pengguna.
Kebijakan M. Nuh terkait kurikulum 2013 banyak menimbulkan kontroversi dan penuh tanda tanya. Mendikbud yang dikenal dekat dengan kalangan pondok pesantren ini sangat percaya diri dengan kebijakan kurikulum 2013 yang harus dilaksanakan tahun ini, dan pengadaan buku sudah siap pada pertengahan tahun ini. Termasuk penyiapan guru melalui kegiatan pendidikan dan latihan serta bimbingan teknis.
Belum selesainya berbagai dokumen pendukung kurikulum 2013 nampaknya membuat M. Nuh berubah pikiran. Ketidaksiapan infrastruktur  kurikulum berpotensi terhadap gagalnya implementasi kurikulum 2013 sebelum dilahirkan. Belum tuntasnya pembukaan blokir anggaran Kemdikbud, payung hukum kurikulum 2013, dokumen SKL/KI/KD dan buku teks, membuat Mendikbud berpikir ulang, jika tidak akan terantuk batu untuk kedua kalinya setelah karut marut ujian nasional. Keledai saja tidak mau terantuk batu untuk kedua kalinya, apalagi menteri.

No comments:

Post a Comment