Seminar Pendidikan Matematika Realistik yang diselenggarakan oleh Peguli Guru Kita pada hari sabtu, 12 Januari 2013 telah selesai diselenggarakan, bagi Bapak Ibu Guru yang tidak dapat mengikuti kegiatan tersebut bersama ini kami berikan materi pelatihan yang disampaikan oleh Bapak Wahidin, M.Pd. dari Matematika UHAMKA Jakarta
Dalam Makalahnya Bapak Wahidin, M.Pd. memberikan tulisan sebagai berikut : IMSTEP-JICA melaporkan bahwa rendahnya kualitas pemahaman matematika siswa dikarenakan dalam proses pembelajaran guru umumnya terlalu berkonsentrasi pada latihan menyelesaikan soal yang bersifat prosedural dan mekanistik daripada pengertian (makna). Guru biasanya menjelaskan konsep secara informatif, memberikan contoh soal, dan soal-soal latihan (Herman, 2007). Kesulitan siswa dalam pelajaran matematika, disebabkan oleh lemahnya penguasaan guru terhadap konsep dan metodologinya (Gozali, 2007).Sulastri dan Jarnawi (2007) melaporkan bahwa banyaknya siswa yang tidak menyukai pelajaran matematika di antaranya disebabkan oleh gurunya yang galak dan metode pelajaran yang membosankan (monoton). Hasanudin (2007) juga menuliskan bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran matematika sekarang ini pada umumnya guru masih mendominasi kelas, siswa pasif (datang, duduk, nonton, berlatih, …., dan lupa), guru memberitahu konsep, siswa menerima barang jadi. Demikian juga dalam latihan dari tahun ke tahun soal yang diberikan adalah soal yang itu-itu juga, tidak bervariasi, hanya berkisar pada pertanyaan apa, berapa, tentukan, selesaikan, jarang sekali menggunakan kata-kata mengapa, bagaimana, darimana, atau kapan.
Pendekatan dan metode yang dikuasai guru belum beranjak dari pola tradisional, pilihan favorit guru dalam mengajar matematika adalah metode ceramah dan ekspositori, guru asyik menerangkan materi baru di depan kelas dan murid mencatat, siswa jarang sekali mengkomunikasikan secara lisan hasil dan pengalamannya, siswa mengikuti penjelasan atau informasi yang diberikan guru tetapi mereka jarang mengajukan pertanyaan, siswa hanya mencontoh apa-apa yang dikerjakan guru dan mengingat rumus-rumus atau aturan matematika dengan tanpa makna dan pengertian (Wahyudin, 2008).
Kasus LessonsStudy di Sumedang menemukan bahwa siswa sulit memahami variabel, siswa tidak mengetahui kegunaan matematika, siswa tidak atau kurang mampu berpikir tingkat tinggi (pemecahan masalah), siswa ingin segera mampu menyelesaikan masalah matematika dengan meminta rumus/aturan/algoritma dari guru, dan siswa cepat jenuh dalam belajar matematika, guru kesulitan memberikan pemaknaan simbol-simbol matematika, waktu (jam pelajaran) makin sedikit sehingga sulit untuk berimprovisasi, guru merasa pembelajaran dengan pemecahan masalah sangat menyita waktu.
Sementara itu rote learning cenderung menjadikan siswa berpikir pasif, mereka tidak berpikir secara terstruktur, dan belajar menjadi kurang atau bahkan tidak bermakna.Pembelajaran yang prosedural, seperti penerapan rumus cenderung menghilangkan kemampuan siswa untuk melihat struktur masalah secara utuh. Padahal, pemahaman akan struktur masalah merupakan bentuk dari pemikirian yang produktif.
Tidak ada yang salah dengan cara mengajar guru di atas, hanya saja terlalu cepat rumus luas disampaikan (langsung konfirmasi, tanpa eksplorasi dan elaborasi).
Inilah gambaran sebuah situasi kelas tradisional yang dikritik oleh Ernest, bahwa tugas-tugas kelas mengajarkan siswa untuk melakukan prosedur simbolik tertentu, bekerja tetapi bukan untuk berpikir, hanya untuk menjadi automatons. Hal serupa disampaikan Silver bahwa aktivitas siswa sehari-hari terdiri atas menonton gurunya menyelesaikan soal-soal di papan tulis, kemudian meminta siswa bekerja sendiri dalam buku teks atau LKS yang disediakan (Turmudi, 2008).Banyak sekali guru matematika yang menggunakan waktu pelajaran 45 menit secara tidak efektif, rutinitas, hal ini dapat membosankan, membahayakan, dan merusak seluruh minat siswa (Sobel dan Maletsky, 2004).
Realitas inilah yang terus mengukuhkan posisi pelajaran matematika sebagai pelajaran yang menakutkan bagi sebagian siswa, dan menggejala baik di tingkat SD, SMP, maupun SMA (Turmudi, 2008). Bagi banyak orang, nama matematika menimbulkan kenangan masa sekolah yang merupakan beban berat, bahkan Piaget mengungkapkan bahwa, siswa cerdas sekalipun secara sistematis menemui kegagalan dalam pelajaran matematika (Maier, 1985). Rasa takut terhadap pelajaran matematika (fobia matematika) sering kali menghinggapi perasaan siswa dari tingkat SD sampai dengan SMA bahkan hingga perguruan tinggi.Ruseffendi (2006) menyatakan bahwa, “matematika (ilmu pasti) bagi anak-anak pada umumnya merupakan mata pelajaran yang tidak disenangi, kalau bukan mata pelajaran yang paling dibenci”.Hal ini nampak dari rendahnya hasil belajar matematika yang diperoleh siswa.Lebih dari itu suasana belajar menjadi tidak menarik, cenderung membosankan dan rutinitas belaka (Asyhadi, 2005).
Guru maupun sarana dan prasarana menjadi sorotan utama berkenaan dengan kualitas pendidikan nasional. Tentu saja hal ini akan berujung kepada pembelajaran di kelas yang minim inovasi dan kreativitas, juga minim penguasaan ragam metode dan penggunaan ragam media. Akibatnya siswa sebagi pebelajar memperoleh pengetahuan minimalis, mereka tidak banyak mengetahui isi pelajaran yang semestinya mereka terima (standard isi menjadi persoalan). Proses pembelajaran pun menjadikurang menarik yang akan dapat melemahkan standard proses pendidikan nasional. Kesemuanya ini akan menggerogoti standard kompetensi lulusan.
Pembaharuan dalam pendidikan dan pembelajaran Matematika di negeri kita tampaknya mengikuti kecenderungan inovasi negara-negara lain. Perhatian pemerintah dan pakar pendidikan matematika diberbagai negara untuk meningkatkan kemampuan matematika siswa mengarah kepada upaya mengatasi rendahnya aktivitas dan hasil belajar matematika.Sekarang ini tengah diuji-cobakan penggunaan pembelajaran matematika secara kontekstual dan humanistik seperti yang telah dikembangkan di negara-negara maju.Misalnya Belanda dengan RME, dengan pendekatan ini diduga peningkatan hasil belajar dan aktivitas siswa dapat dilakukan dengan menyajikan materi yang dekat dengan kehidupan sehari-hari.Amerika Serikat dengan CTL, pendekatan ini dapat meningkatkan hasil belajar dan aktivitas siswa dalam menyelesaikan tugas matematika melalui pembelajaran yang dimulai dengan masalah-masalah kontekstual.Pendekatan seperti ini diduga mampu mengantarkan siswa dalam merespons setiap masalah dengan baik, karena dalam kehidupan sehari-hari, siswa telah mengenal masalah tersebut.Jepang denganopen-ended, pendekatan ini, diduga peningkatan hasil belajar dan aktivitas siswa dapat dilakukan dengan memberi soal-soal terbuka yang memiliki banyak jawab benar.Singapura dengan concrete-victorial-abstractapproach, peningkatan aktivitas dan hasil belajar matematika siswa diduga dapat dilakukan melalui perantaraan benda-benda konkrik dan gambar-gambar yang menarik perhatian siswa.Australia dengan mathematicsincontext.Sedangkan di Indonesia sendiri di tingkat SD tengah dipopulerkan PMRI.Kesemuanya ini dapat meningkatkan hasil belajar dan aktivitas matematik siswa (Puskur, 2007).
Agar kesulitan yang dihadapi siswa dapat diatasi dan kemampuan matematik dapat ditingkatkan, tentu dibutuhkan suatu metode pembelajaran yang mampu memberikan kebermaknaan belajar bagi siswa, karena menurut Madnesen dan Sheal dalam Suherman (2004) bahwa kebermaknaan belajar tergantung bagaimana cara siswa belajar. Jika belajar hanya dengan membaca kebermaknaan bisa mencapai 10%, dari mendengar 20%, dari melihat 30%, mendengar dan melihat 50%, mengatakan-komunikasi mencapai 70 %, dan belajar dengan melakukan dan mengkomunikasikan bisa mencapai 90%. Dari uraian di atas implikasi terhadap pembelajaran adalah bahwa kegiatan pembelajaran identik dengan aktivitas siswa secara optimal, tidak cukup dengan mendengar dan melihat, tetapi harus dengan hands-on activity, minds-on, konstruksivis, dan dailylife. Oleh karena itu guru mesti menghadirkan metode pembelajaran yang dapat mendukung cara belajar siswa secara aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. (selanjutnya silahkan download materi berikut )
No comments:
Post a Comment