Di bawah ada saran-saran terhadap penggunaan Komputer Laptop di salah satu sekolah (National Plus) di Indonesia. Kita terus menerima informasi (seringkali retorika) mengenai hebatnya teknologi untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, tetapi kami sudah mulai sangat ragu-ragu karena kelihatannya terlalu banyak siswa-siswi sekarang sibuk main games dan menggunakan Internet di luar sekolah untuk "chatting", mencari jodoh dan kegiatan-kegiatan yang tidak sama sekali berhubungan dengan pelajaran. Apakah kegiatan-kegiatan begini hanya menghabiskan waktu yang seharusnya digunakan untuk belajar di rumah?
Bagaimana dengan "membawa Komputer Laptop ke sekolah"? Apakah membawa laptop ke sekolah dapat membantu meningkatkan mutu pendidikan siswa-siswi kita?
Di bawah ada cerita dari salah satu guru asing (Amerika/Rusia), yang berpendidikan S3 (Rusia), dengan latar belakang teknologi (di banyak negara), mengenai pengalaman beliau sebagai “International Principal” (kepala Sekolah Internasional) di sala satu sekolah National Plus di Indonesia (Desember 2007).
Ada banyak 'kata-kata berdasar emosi' mengenai bagaimana komputer-komputer akan membantu anak-anak belajar secara mudah topik yang cangih dan akan menyiapkan mereka untuk masuk dunia modern, termasuk keterampilan dan pengetahuan tinggi mengenai ilmu sains dan industri. Katannya dari TK mereka akan mulai mengerti struktur komputer dan akses Internet akan membantu mereka mendapat informasi yang mereka perlu secara cepat, dll...
Padahal, rialitasnya adalah jauh berbeda, hampir sebaliknya.
Tidak perlu dijelaskan bahwa komputer-komputer di dalam sekolah dipakai secara hampir eksklusif untuk "gaming" (main games), yang menggunakan 99% dari waktu menggunakan laptop. Siswa-siswi aktif main game yang berbeda – mereka melawan "monsters", mereka membela Bumi dari pendatang "alien" (dari luar angkasa), mereka main balapan mobil, pesawat terbang, tembak-tembakan dan masin-masin lain yang ribut, mereka masuk goa-goa untuk mencari berlian atau menang dan menjadi jagoan di dalam cerita "adventure" di luar angkasa. Semua mainan ini punya grafik-grafik yang terang dan berwarna-warni, bersuara dan berbunyi-bunyi, dan imaginasi anak-anak berusia 11-15 ditangkap secara penuh oleh daya tarik game-game ini.
Tetapi pada waktu akhir istirahat, dan siswa-siswi harus kembali ke dunia rial (masuk kelas) untuk les, beberapa hal yang menarik menjadi.
Yang pertama, siswa-siswi adalah marah, karena game-game yang merangsang diganggu untuk melanjutkan les di kelas yang "dull boring" (tidak menarik dan membosankan). Jelas, perasaan marah ini ditujui kepada guru. Otak dan "soul" (jiwa) siswa-siswi masih penuh ada di dalam game, dan siswa-siswi tidak mampu sama selkali untuk memikirkan atau menerima informasi mengenai les. Keadaan mental ini berlangsung selama 10 sampai 30 minet"
Apakah, membawa laptop ke sekolah ada dampak yang positif?
Kita harus tanya, kalau siswa-siswi menggunakan komputer laptop begini di sekolah,
'bagaimana dengan manfaatnya laptop di rumah?'
Sudah diketahui bahwa komputer (termasuk LapTop) adalah sebuah alat yang bisa membantu kita (guru dan siswa) untuk membuat pelajaran lebih menarik dan bervariasi. Budaya belajar/ mengajar dan memakai komputer di sekolah diciptakan oleh pihak yang bersangkutan, dalam hal ini kepala sekolah, guru dan siswa yaitu dengan adanya peraturan sekolah (school policy). Jadi kalau budaya sekolahnya berantakan itu karena kurangnya waktu yang disediakan untuk perencanaan.
Di sekolah saya di Melbourne, LapTop (Tablet PC) disediakan untuk siswa kelas 9 (SMP kelas 3) ke atas. Mereka harus membawa LapTop mereka ke setiap kelas.
Dari pengalaman, mereka menyimpan LapTop mereka di 'locker' selama jam istirahat. Saya kira ini karena mereka lebih menghargai waktu istirahat untuk bercakap-cakap dengan teman-teman mereka atau untuk bermain bola-basket, dll.
Setiap mata pelajaran berlangsung selama 50 menit. Di kelas Bahasa Indonesia saya, biasanya saya minta siswa saya untuk membuka dan memakai LapTop mereka selama 15/ 20 menit terakhir. Tujuannya untuk revisi kata atau bentuk kalimat yang baru saja dipelajari pada 30 menit pertama. Program yang saya pakai untuk menciptakan aktivitas ini adalah TASK MAGIC. 'Languages Online' yang tersedia secara gratis di Web juga kami pakai.
Kadang-kadang, di kelas 9 - 12, LapTop juga dipakai untuk membuat catatan singkat selama guru menerangkan (dengan program OneNote yang tersedia dalam program Microsoft Office}. Program ini bisa dipakai untuk semua mata pelajaran.
Kadang-kadang LapTop juga dipakai untuk mengerjakan proyek ICT (dengan memakai Excel, Ink Art, Snipping, Power Point, FrontPage, yang tersedia dalam Microsoft Experience Pack for Tablet PC). Proyek ICT biasanya mencakup pemakaian teks, gambar dan suara.
Jadi, pada dasarnya pemakaian LapTop di sekolah punya dampak yang positif. Sebetulnya, para guru yang bersangkutan bisa menciptakan pengajaran yang tidak membosankan dan pemakaian LapTop di kelas merupakan salah satu cara untuk membuat sebuah pelajaran lebih menarik.
Fasilitas teknologi merupakan produk kemampuan manusia, bukan sebaliknya. Karena itu, yang perlu diperhatikan dan dibangun dalam dunia pendidikan (kita) bukanlah teknologi (dalam arti alat-alat seperti komputer, dll) tetapi otak manusia. Jika teknologi fisik ditekankan dalam dunia pendidikan kita, maka kita menciptakan manusia-manusia yang dikuasai oleh teknologi. Pendidikan bukan untuk menciptakan manusia yang dikuasai oleh teknologi tetapi, untuk menciptakan manusia yang menguasai teknologi, yang sanggup menciptakan teknologi itu. Komputer dan laptop di sekolah adalah salah satu proyek yang dapat menciptakan manusia-manusia teknis yang berbahaya secara moral.
Dengan itu kita menciptakan generasi yang bermental cari gampang, yang bekerja hanya dengan kekuatan-kekuatan luar (alat-alat teknologi) dan tidak sanggup menciptakan (tidak kreatif) bagi kehidupannya sendiri dan orang lain; dengan itu kita menciptakan manusia-manusia yang terus menjadi konsumen teknologi dan tidak pernah menjadi produsen; dengan itu kita menciptakan generasi yang terus ditentukan (dijajah) oleh orang lain. Tampaknya, kultur kita (orang Indonesia) belum siap untuk menggunakan komputer (laptop) di sekolah. Laptop di sekolah hanya "mengizinkan" pembentukan manusia-manusia konsumtif.