Kinerja pengawas sekolah belum memenuhi standar. Kepala Badan Pembinaan SDM Pendidikan dan Kebudayaan Kemendikbud RI; Prof. Dr. Syawal Gultom, M.Pd; pada pembukaan kegiatan Sinkronisasi Koordinator Pengawas Sekolah tingkat kabupaten/kota dan provinsi se-Indonesia tanggal 3 Mei 2012 menegaskan adanya permasalah itu.
Masalah itu memang cukup memprihatinkan, namun lebih jauh Pak Syawal menyatakan tidak usah terlalu dirisaukan. Nilai kompetensi yang rendah membuktikan bahwa kita memerlukan sistem pembinaan pengawas melalui kegiatan pelatihan dan pengujian yang terencana dan tersistem. Ke depan pengawas harus teruji dan terlatih yang penanganannya dalam sistem.
Hasil uji kompetensi (UK) yang dilakukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2012, kompetensi pengawas paling rendah dibandingkan guru-guru yang mereka awasi. Rata-rata nilai ujian para pengawas yang ikut dalam UKA 32,58, sedangkan rata-rata nasional 42,25. Rata-rata Guru TK 58,9; guru SD 36, guru SMP 46, dan guru SMA 51,35.
Uji UK pengawas merupakan alat ukur penguasaan ilmu pengetahuan pengawas sebagai dasar untuk melaksanakan tugasnya. Jika tingkat penguasaan pengetahuan yang mendasari pekerjaan rendah, maka tidak perlu lagi dinilai kinerjanya karena sudah pasti rendah. Yang diperlukan untuk mengatasi masalah itu tersebut adalah pelatihan untuk meningkatkan pengetahuannya.
Pada saat ini Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah menyiapkan program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) yang intergratif dengan peningkatan kinerja, dan pengembangan karir dalam upaya peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan dalam rangka menunjang peningkatan mutu pendidikan yang lebih kompetitif dalam persaingan mutu secara global.
Dalam kegiatan sinkronisasi pengawas sekolah terungkap bahwa salah satu penyebab rendahnya mutu pengawas adalah sistem rekrutmen. Idealnya, proses rekrutmen pengawas melalui tahap yang selektif dan melalui persiapan yang baik. Pada saat ini rekrutmen pengawas belum melalui proses pemilihan dan pelatihan sebagaimana mestinya. Pengawas sekolah semestinya diangkat dari guru-guru dan kepala sekolah berkualitas, namun yang terjadi banyak pengawas yang diangkat karena dipengawaskan.
Menurut pernyataan sebagian Korwas, pengangkatan saat ini bukan karena pertimbangan kemampuan profesional, melainkan lebih karena politis. Pengawas menjadi tempat parkir kepala sekolah yang habis masa tugasnya dan guru-guru yang sudah bosan melaksanakan tugas mengajar.
Menurut Kepala Badan, peran pengawas sangat penting untuk meningkatkan kompetensi dan kinerja guru. Tantangan besar bagi pengaws adalah menurut hasil pengukuran kompetensi pengawas lebih rendah yang dibinanya. Menanggapi malah tersebut koodinator pengawas sekolah menyampaikan harapannya agar sistem pembinaan pengawas sebagaimana yang sedang dikembangkan segera dapat diwujudkan.
Jumlah pengawas sekolah di Indonesia pada saat ini sekitar 23.000 orang. Setiap pengawas seharusnya bertugas paling sedikit mengawasi 10 sekolah dan/atau 60 guru di TK dan SD,
7 satuan pendidikan dan/atau 40 orang guru pada sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas dan kerjuan. paling sedikit 5 satuan pendidikan dan/atau 40 guru pada SLB, atau 40 guru bimbingan konseling.
Sementara itu, di beberapa daerah jumlah pangawas terus membengkak sehingga ada kabupaten yang memiliki pengawas sama dengan jumlah sekolah yang dibina sehingga 1:1. Karena jumlah pengawas semakin meningkat, maka pelaksanaan tugas menggunakan model pelaksanaan kelompok kerja, atau beberapa sekolah dikeroyok beberapa pengawas.
Keberadaan pengawas sekolah juga sering dikeluhkan karena dinilai kurang efektif dalam menjaring data otentik dari kinerja kepala sekolah dan guru. Validitas data yang dihimpun kurang sesuai dengan kondisi nyata sekolah. Kemampuan mengolah, menganalisis, menafsirkan, menyimpulkan, hingga merumuskan rekomendasi belum sesuai dengan kebutuhan peningkatan mutu pembelajaran maupun manajerial sehingga belum menghasilkan laporan yang bernilai sehingga dapat dijadikan sebagai dasar pengambilan kebijakan pendidikan.
Pengembangan ide-ide kreatif atau inprovisasi dalam pengembangan urikulum terhabat pula dengan rendahnya apresiasi pemerintah daerah terhadap peran pengawas. Selain dipandang sebelah mata, pemerintah kurang peduli terhadap peningkatan mutu pengawas yang dapat berdaya sebagai pilar penjminan mutu pendidikan. Kondisi pengawas saat ini semakin dijauhkan dari pemenuhan standar kompetensi yang dibutuhkan dalam pengembangan sekolah karena sistem pembinaan dan penghargaanya yang kurang proforsional.