Dana abadi pendidikan atau dana pengembangan pendidikan nasional yang diambil dari anggaran fungsi pendidikan terus disorot.
Penggunaan dana abadi ini dikhawatirkan tumpang tindih atau duplikasi dengan anggaran yang sudah ada karena peruntukannya untuk tiga hal yang sudah ada dalam pembiayaan pemerintah di bidang pendidikan.
Dana abadi pendidikan hanya bisa digunakan untuk menyediakan beasiswa S-2 dan S-3 yang dapat diakses semua warga negara Indonesia, penelitian-penelitian unggulan nasional, dan perbaikan infrastruktur penididikan di daerah bencana.
Dana abadi pendidikan dikelola badan layanan umum (BLU) yang di dalamnya ada unsur Kementerian Keuangan, Pendidikan dan Kebudayaan, dan Agama.
"Alokasi dana abadi pendidikan perlu dicermati. Jangan jadi akal-akalan pemerintah untuk menyiasati supaya anggaran 20 persen terpenuhi, tetapi sebenarnya dananya tidak ada. Apalagi dana abadi pendidikan ini yang bisa digunakan cuma bunganya," kata Ferdiansyah, anggota Komisi X DPR di Jakarta, Rabu (26/9/2012).
Menurut Ferdiansyah, untuk tahun 2013 pemerintah mengusulkan penambahan dana sebesar Rp 5 triliun. Namun, Komisi X menilai masih perlu dana untuk kebutuhan pendidikan mendesak lainnya sehingga merestui senilai Rp 1 triliun saja.
Jumlah dana abadi pendidikan dari tahun 2010-2012 sekitar Rp 10,6 triliun. Dana abadi pendidikan ini dari penyisihan sekitar satu persen anggaran fungsi pendidikan setiap tahun yang digagas pemerintah.
"Penggunaan dana abadi pendidikan juga tidak istimewa. Semua ada di program Kemdikbud dan Kemenag yang sudah ada. Bahkan, untuk perbaikan infrastruktur sekolah rusak karena bencana sudah ada dari Badan Penanggulangan Bencana Nasional. Jadi, perlu diawasi supaya tidak duplikasi anggaran. Siapa yang mengawasi? Komisi X belum banyak tahu mengenai bagaimana pengelolaan danpemanfaatan dana abadi tersebut," kata Ferdiansyah.
Reni Marlinawati, anggota Komisi X lainnya mengatakan, pemerintah begitu peduli untuk menyiapkan dana abadi yang penggunaannya hanya bunga. Padahal, ada sejumlah masalah pendidikan yang segera diselesaikan.
"Sebagai contoh sekitar 59.000 anak-anak TKI di Malaysia yang masih usia sekolah terancam buta huruf karena sulit sekolah. Tetapi karena alasan anggaran terbatas, mereka tidak diperhatikan serius. Ternyata pemerintah punya dana abadi pendidikan yang besar yang penggunaannya tidak bisa untuk membantu mereka yang juga anak-anak bangsa," ujar Reni.
Secara terpisah, Mohammad Abduhzen, Direktur Eksekutif Institute for Education Reform Universitas Paramadina, mengatakan, dana abadi pendidikan itu sepertinya memanjangkan rantai birokrasi karena bunganya dikelola oleh BLU. Pertanggungjawaban soal bunganya juga dipertanyakan.
"Selain itu, semua program yang akan didanani dana abadi sudah jadi mata anggaran di APBN. Jadi, sangat mungkin terjadi anggaran ganda dan rawan dikorupsi," kata Abduhzen.
Abduhzen juga menyoroti soal pemikiran tentang memperbanyak jumlah lulusan magister dan doktor.
"Sasarannya masih sangat kuantitatif. Saya khawatir mengabaikan mutu. Gejala itu sudah tampak. Banyak doktor yang tidak menjalankan perannya, asal mengejar gelar untuk gengsi," ujar Abduhzen.