170 Guru Dikirim Mengajar Anak TKI di Sabah Malaysia


Untuk memenuhi pelayan dan perluasan akses pendidikan anak-anak Tenaga Kerja Indonesia (TKI), pemerintah terus berupaya untuk mengirimkan guru-guru Indonesia. Hingga saat ini, tercatat 170 guru Indonesia yang dikirim melalui program pada Direktorat Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Dasar, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud).
Banyak diantara anak-anak TKI yang tidak memiliki kewarganegaraan dan tidak tercatat karena kehadirannya ilegal. Awalnya, Peraturan Pemerintah Malaysia tidak memperbolehkan para pekerja membawa keluarga. Namun kenyataannya banyak para pekerja Indonesia baik yang legal maupun ilegal turut membawa keluarganya ke Malaysia.
Disisi lain, dengan keberadaan pekerja, keluarga, dan anaknya inilah menjadi keuntungan pengusaha sawit dalam hal tenaga kerja bergaji rendah. " Jadi kedua pihak diuntungkan antara pengusaha dan pekerja saling memanfaatkan," ujar Direktur Jenderal Pendidikan Dasar, Suyanto, pada acara pembekalan peliputan media di Jakarta (21/11).
Selain itu, papar Suyanto, Pemerintah juga telah memberikan Bantuan Operasinal Sekolah (BOS), pemberian buku-buku, alat transportasi, dan juga mengampanyekan pentingnya pelayanan pendidikan kepada anak-anak Indonesia di luar negeri.
Menurut data dari Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Kota Kinabalu Malaysia, terdapat 53.768 anak Indonesia usia sekolah berdasarkan hasil pendataan Juli 2011-Februari 2012. Namun, yang baru memperoleh layanan pendidikan sebanyak 487 siswa di Sekolah Indonesia Kota Kinabalu (SIKK), 2.261 siswa di Community Learning Centre (CLC), dan 7.375 siswa di Pusat Belajar (PB) Humana. Di Sabah sendiri, kebanyakan pekerja TKI berasal dari Sulawesi dan Nusa Tenggara Timur.
Awalnya, anak-anak TKI ini hanya mendapatkan pendidikan di PB Humana untuk belajar Membaca, Menghitung, dan Menulis (3M). Pengiriman guru di Tawau telah dilakukan Pemerintah Indonesia sejak 2006 dan ditempatkan di berbagai lokasi PB Humana.
Seiring pesatnya permintaan dan upaya keras Pemerintah, hingga saat ini telah berdiri 22 CLC di Tawau yang mengajarkan kurikulum Indonesia. Murid-murid CLC tidak dipungut bayaran dan dapat mengikuti ujian paket A dan B sehingga kelak ketika mereka kembali dapat melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.
Sebagai informasi, Kota Tawau terletak di wilayah timur negeri Sabah, Malaysia. Daerah ini menjadi "pintu masuk dam pintu keluar" ke dan dari wilayah Indonesia. Daerah ini berbatasan denga Provinsi Kalimantan Timur, termasuk juga wilayah Nunukan dan Tarakan. Di pesisir Tawau, terletak pulau Sebatik dimana kepemilikannya terbagi dua antara Indonesia dan Malaysia.
Mengingat pesatnya interaksi Indonesia-Malaysia di daerah Tawau Sabah, maka Pemerintah menetapkan berdirinya KJRI di Tawau Sabah pada 29 Desember 2010. Visi dan misi dari KJRI Tawau dalam bidang pendidikan mengarah pada perlindungan para TKI termasuk perpanjangan tangan Pemerintah dalam memberikan pelayanan pendidikan pada anak TKI usia sekolah.
Konsul RI Tawau, Muhammad Soleh ketika ditemui di Wisma Nusatara di kota Tawau (21/11), menjelaskan untuk observasi, pemantauan, dan pembinaan guru-guru Indonesia yang mengajar di PB Humana dilakukan KJRI Tawau, sementara pembinaan CLC oleh KJRI Kinabalu. KJRI juga terus menghimbau kepada para pengusaha sawit untuk memberi kesempatan anak-anak yang orangtuanya bekerja di ladangnya sebagai bentuk corporate social responsibility (CSR).
"Pada akhirnya, apabila orangtua merasa aman anaknya ada tempat belajar, maka sangat dimungkinkan generate income dari kedua orangtua yang bekerja. Ini juga memberi manfaat pada pengusaha karena memiliki tenaga kerja yang potensial," ujar Muhammad Soleh.
Dalam perkembangannya, saat ini ada sekitar 40 persen dari sekitar 21 ribu anak TKI usia sekolah di Tawau dapat mengenyam pendidikan dasar. "Ini bentuk kepedulian Pemerintah RI untuk menyediakan 'Membaca, Mengira, Menghitung' sebagai upaya perluasan pelayanan dan akses  pendidikan